Langkah besar dilakukan Dubai dalam ekspansinya di dunia kripto. Perusahaan investasi asal Uni Emirat Arab, MBS Global Investments, resmi mengumumkan komitmen investasi senilai $8,8 miliar atau sekitar Rp145,2 triliun ke Maladewa untuk menciptakan kota blockchain.
Dilansir dari laporan Financial Times pada 4 Mei lalu, dana ini akan digunakan untuk membangun Maldives International Financial Centre (MIFC), sebuah proyek ambisius akan mengubah wajah negara itu menjadi pusat blockchain dan kripto Asia Selatan.
Proyek kota blockchain ini tidak hanya ambisius, tetapi juga dari sisi skala ekonomi. Nilai investasi yang digelontorkan bahkan melampaui Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Maladewa yang berkisar $7 miliar.
Artinya, ini bukan sekadar rencana pembangunan biasa, melainkan lompatan ekonomi yang bisa membentuk kembali struktur keuangan negara tersebut secara menyeluruh.
Kota Blockchain Baru di Tengah Lautan
MIFC akan dibangun di ibu kota Malé dan dirancang mencakup area seluas 830.000 meter persegi. Kawasan ini diproyeksikan menjadi pusat blockchain, lengkap dengan fasilitas yang mampu menampung hingga 6.500 penduduk dan menciptakan 16.000 lapangan pekerjaan.
Sebuah transformasi bagi Maladewa yang selama ini mengandalkan sektor pariwisata serta perikanan sebagai tulang punggung ekonomi. Namun proyek kota blockchain bukan hanya tentang pencitraan baru. Di tengah tekanan dan ancaman utang, MIFC bisa menjadi penyelamat.
Tahun ini saja, Maladewa menghadapi kewajiban pembayaran utang luar negeri sebesar $600 hingga $700 juta. Angka ini melonjak hingga $1 miliar pada 2026. Maka dari itu, masuknya investasi dari Dubai menjadi angin segar bagi kas negara yang mulai sesak.
Pihak MBS Global Investments menyebutkan bahwa mereka telah mengamankan investasi awal sebesar $4 hingga $5 miliar untuk kota blockchain ini. Sisa pembiayaan akan berasal dari gabungan dana ekuitas dan utang yang saat ini tengah dalam proses penyusunan.
Antara Ambisi dan Realitas
Di atas kertas, rencana pembangunan kota blockchain ini terbilang menjanjikan. Terlebih lagi, Maladewa berada di lokasi strategis di Samudra Hindia, dekat dengan pasar besar seperti India dan negara-negara Teluk. Namun kenyataan tak bisa diabaikan.
Untuk bersaing dengan pusat-pusat keuangan yang sudah mapan seperti Dubai atau Singapura, Maladewa perlu membenahi infrastruktur digital dan sistem hukum yang menopang ekosistem blockchain. Meski demikian, investor tampaknya tetap optimistis dengan potensinya.
“Kami percaya proyek ini bisa meningkatkan PDB Maladewa hingga tiga kali lipat dalam empat tahun ke depan dan menghasilkan pendapatan lebih dari $1 miliar per tahun setelah tahun kelima,” ujar Sheikh Nayef bin Eid Al Thani, eksekutif utama MBS Global Investments.
Gagasan menggabungkan pantai lewat kota blockchain mungkin terdengar tidak lazim, tetapi justru di situlah kekuatan proyek ini. Di tengah tren digitalisasi, negara kecil seperti Maladewa, kini punya peluang untuk berinovasi dan bersaing di level internasional.